Friday, February 17, 2012

Ibu Yang Disegani Anak

Menjadi seorang ibu merupakan harapan hampir tiap wanita karena anak merupakan pelengkap dalam kehidupan berumah tangga. Namun menjadi ibu yang disegani dan disukai anak-anaknya tidak semua wanita mampu melakukannya. Banyak wanita yang memiliki anak yang tidak hormat padanya, bahkan berani bersikap tidak baik padanya.Banyak hal yang menyebabkan seorang ibu dianggap tidak menyenangkan oleh anak-anaknya, antara lain karakter ibu yang kaku dan tidak dapat bermain-main dengan anak. Ada juga yang karena kesibukannya di luar rumah ataupun rutinitasnya di rumah seperti memasak, mencuci pakaian, menyeterika, dan lain-lain membuat ibu dan anak tidak memiliki waktu luang untuk bercengkerama. Padahal komunikasi sangat penting untuk menjalin hubungan yang baik antara ibu dan anak.
Pasti tiap ibu ingin disukai anak-anaknya, oleh sebab itu hendaknya ibu bijaksana dalam mendidik anak-anaknya serta mengetahui bagaimana cara menyenangkan anak-anaknya dengan cara yang baik tanpa melanggar norma.
Berikut ini beberapa tips menjadi ibu yang disegani dan menyenangkan bagi anak-anaknya:
1. Jadilah ibu bijaksana dalam mendidik anak-anaknya, tidak mudah marah atau menyalahkan anak-anaknya. Jika anak melakukan kesalahan maka hendaknya ditegur tetapi jangan langsung diberi hukuman. Tanya dahulu apa yang menyebabkannya melakukannya, jika anak melakukannya karena tidak sengaja, lupa, atau bahkan belum tahu maka jangan dihukum tapi cukup dinasihati saja dengan baik. Tetapi jika ternyata anak melakukannya dengan sengaja dan tahu bahwa yang dikerjakannya salah maka boleh dihukum sesuai dengan kesalahannya. Ajarkan dan contohkan pula tentang pentingnya kejujuran supaya anak berani berkata jujur walaupun dia salah.
2. Berikan contoh sebelum memerintahkan anak melakukannya. Misalnya menyuruh anak untuk selalu jujur, maka orang tua memberi contoh dengan selalu jujur dalam ucapan dan perbuatannya.
3. Berusaha menjadi teman bagi anak-anak, caranya adalah menyelami dunia anak dan memahami apa yang sedang dirasakan dan difikirkan anak. Luangkanlah waktu untuk bercengkerama dan bermain bersama mereka. Anak-anak sangat membutuhkan perhatian orang tuanya terutama ibu, pancinglah anak untuk bercerita tentang apa saja. Berbicara dengan bahasa mereka diselingi dengan canda tawa akan memberi kesan mendalam di hati anak. Di saat akan tidur ceritakanlah cerita yang mengandung hikmah, jangan bercerita tentang sesuatu yang bohong atau tidak masuk akal karena biasanya anak akan selalu mengingatnya hingga dewasa. Dengan cerita ibu maka anak akan merasa semakin diperhatikan oleh ibu mereka.
4. Sesekali bersikaplah tegas pada anak, tidak mengapa jika memarahi anak jika melakukan kesalahan misalnya menyakiti saudaranya. Jika anak belum juga jera, maka ibu bijaksana bisa memberi cubitan kecil yang tidak terlalu sakit. Tetapi alangkah baiknya jika anak sudah cukup takut dengan tatapan mata ibunya ketika marah.
5. Sering-seringlah mengungkapkan perasaan sayang dan pujian pada anak baik dengan ucapan seperti “Ibu sayang sekali sama Adek”, atau “Ibu marah sama Adek karena ibu sayang!”, “Wah Kakak pintar, mau bantu ibu jagain Adek!” atau bisa juga dengan perbuatan seperti ciuman di pipi tanda sayang dan memberi hadiah.
Itulah beberapa cara untuk menjadi ibu yang menyenangkan bagi anak. Jika anak merasakan kasih sayang ibu padanya, maka dia akan memberikan timbal baliknya. Ibu yang menyenangkan akan membuat hubungan antara ibu dan anak semakin harmonis.
»»  Baca Selanjutnya...

Kebiasaan Orang Tua Yang Menghasilkan Perilaku Buruk Pada Anak

Bapak dan ibu yang baik, pernahkah anda mengalami salah satu atau beberapa hal dibawah ini :
1. Apakah anda mulai merasa kesulitan mengendalikan perilaku anak anda ?
2. Apakah anda dan pasangan anda sering tidak sepaham dalam mendidik anak-anak ?
3. Apakah anak anda selalu merengek dan memaksa dibelikan sesuatu setiap kali diajak untuk pergi dan belanja ?
4. Apakah anak-anak anda sering bertengkar di rumah dan satu sama lain tidak mau mengalah ?
5. Apakah anak-anak anda selalu saling mengganggu ?
6. Apakah anda mengalami kesulitan karena anak anda selalu bermain di rumah dan sulit untuk mengerjakan hal-hal lain ?
Jika anda mengatakan “Ya!” untuk salah satu atau beberapa gejala ini, maka anda adalah orang yang tepat untuk membaca artikel ini.
Berikut akan disajikan beberapa kebiasaan orang tua, yang mungkin tidak kita sadari ternyata telah membentuk karakter yang negative sehingga kita sebagai orang tua kesulitan dalm mendidik anak-anak kita yang perilakunya tidak bisa diatur, yang akan disampaikan secara berseri.

Kebiasaan 1 :
Raja yang tak pernah salah
Sewaktu anak kita masih kecil dan belajar jalan, tidak jarang tanpa sengaja menabrak kursi/meja. Lalu menangis. Umumnya yang dilakukan orang tua agar tangisan anak berhenti adalah dengan memukul kursi/meja, sambil mengatakan, “Siapa yang nakal ya? Ini sudah Papa/Mama pukul kursi/mejanya…sudah cup…cup…diem ya…” Akhirnya si anak pun terdiam.
Apa akibatnya?
Ketika proses pemukulan terhadap benda yang mereka tabrak terjadi, sebenarnya kita telah mengajarkan kepada anak bahwa ia tidak pernah bersalah. Yang salah orang/benda lain. Pemikiran ini akan terus terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya setiap ia mengalami peristiwa dan terjadi kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah oranglain, dan dirinya selalu benar, sehingga yang pantas di hukum adalah orang lain yang tidak melakukan kesalahan.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Yaitu mengajari ia untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi; katakanlah padanya (sambil mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit) :“Sayang, kamu terbentur ya. Sakit ya? Lain kali hati-hati ya, jalannya pelan-pelan saja dulu, supaya tidak membentur lagi.
Kebiasaan 2 :
Berbohong kecil dan sering
Pada saat kita terburu-buru pergi bekerja, anak kita meminta ikut. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengalihkan perhatian si kecil ke tempat lain, setelah itu kita buru-buru pergi? Atau kita mengatakan, “Papa hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya, sebentaaar saja ya, sayang.” Tapi ternyata, kita pulang malam.
Apa akibatnya?
Dari contoh diatas, jika kita berbohong ringan/bohong kecil, dapat mengakibatkan anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai orang tua. Mereka tidak bisa membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau tidak, sehingga anak menganggap semua yang diucapkan orang tuanya adalah bohong dan mulai tidak menuruti segala perkataan kita. Awalnya, anak-anak kita adalah anak yang selalu mendengarkan kata-kata orang tuanya, karena mereka sepenuhnya percaya pada orang tuanya. Namun setelah anak beranjak besar mereka mulai tidak menurut. Tanpa sadar kita sebagai orang tua setiap hari sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berkatalah jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh kasih dan pengertian : Sayang, Papa mau pergi bekerja. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo papa libur dan pergi ke kebun binatang, kamu bisa ikut. Hal ini memang membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita perlu sabar dan beri pengertian kepada mereka secara terus menerus. Pastikan kita selalu jujur dalam mengatakan sesuatu.
Kebiasaan 3 :
Banyak mengancam
Pada saat kita melihat si Kakak sedang menggangu adiknya, kita sering mengatakan dengan berteriak dari tempat duduk kita, “Jangan ganggu adik, nanti papa/mama marah!”
Apa akibatnya?
Dari sisi anak pernyataan yang sifatnya melarang dan dilakukan dengan cara berteriak tanpa kita beranjak dari tempat duduk atau tanpa menghentikan aktifitas kita, bagi mereka itu sudah merupakan suatu ancaman. Terlebih ada kalimat tambahan “…nanti papa/mama marah.”
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Kita tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Cukup dekati si anak. Tatap matanya dengan lembut, namun perlihatkan bahwa ekspresi kita tidak senang dengan tindakan mereka, dan dipertegas dengan kata-kata, “Sayang, Papa/mama mohon supaya kamu boleh meminjamkan mainan ini kepada adikmu. Bila kamu tidak mau meminjamkannya, Papa/Mama akan menyimpan mainan ini dan kalian berdua tidak bisa bermain. Mainan akan Papa/Mama keluarkan, bila kamu mau meminjamkannya pada adikmu dan Papa/mama akan makin sayang sama kamu.” Tepati pernyataan kita itu dengan tindakan nyata.
Kebiasaan 4 :
Bicara tidak tepat sasaran
Pernahkah kita menghardik anak dengan kalimat seperti, “Papa/Mama tidak suka bila kamu begini atau begitu!” atau “Papa/Mama tidak mau melihat kamu berbuat seperti itu lagi!” Namun kita tidak menjelaskan secara rinci dan dengan baik, hal-hal yang kita inginkan.
Apa akibatnya?
Anak tidak mengerti apa yang diingini oleh orang tuanya, sehingga yang terserap oleh anak adalah hal-hal yang tidak disukai oleh orang tuanya, sehingga anak terus mencoba hal yang baru dan dari sekian banyak percobaan yang baru tersebut, ternyata selalu dikatakan salah oleh orang tuanya. Hal ini yang mengakibatkan mereka berbalik untuk dengan sengaja melakukan hal-hal yang tidak disukai orang tuanya dengan tujuan untuk membuat kesal orang tuanya karena tindakannya selalu salah dihadapan orang tuanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Sampaikanlah hal-hal yang kita inginkan secara intensif pada saat kita menegur mereka terhadap perilaku atau hal yang tidak kita sukai. Dan pada waktunya, ketika mereka sudah memahami dan melakukan segala hal yang kita inginkan, ucapkanlah terima kasih dengan tulus dan penuh sayang atas segala usahanya untuk berubah.
Kebiasaan 5 :
Menekankan pada hal-hal yang salah
Kita selaku orang tua sering mengeluhkan perilaku anak-anak kita yang tidak pernah akur dan selalu bertengkar. Apa yang kita lakukan? Melerai atau memarahi semua pihak. Lalu kita ingat-ingat lagi, apa yang kita lakukan bila mereka bermain dengan akur atau tidak bertengkar? Seringkali kita mendiamkan mereka bukan? Tidak menyapa mereka karena beranggapan tidak perlu dan mereka sudah bermain dengan baik dan tidak bertengkar.
Apa akibatnya?
Dengan menganggap tidak perlu itulah yang membuat mereka terpicu untuk kembali bertengkar, karena dengan bertengkar, mereka mendapat perhatian dari orang tuanya. Dengan mendiamkan mereka karena tidak bertengkar, membuat mereka juga tidak tahu bila kita senang dengan kerukunan itu.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berilah pujian setiap kali mereka bermain dengan asyik dan rukun, setiap kali mereka berbagi di antara mereka dengan kalimat sederhana dan mudah dipahami, misalnya :”Nah, gitu dong kalau main. Yang rukun dan mau saling meminjamkan. Papa/Mama senang dan tambah sayang.” Lalu peluklah mereka sebagai ungkapan senang dan sayang.
Kebiasaan 6 :
Merendahkan diri sendiri
Bila anak anda terlalu asyik bermain play station sehingga mengalahkan jam belajar, apa yang anda lakukan? Mungkin kita sering mengatakan :”Ayo, matikan play station-mu itu. Awas ya, nanti dimarahi sama papa kalo pulang dari kerja.” Kita selalu menggunakan ancaman dengan figur yang ditakuti oleh si anak.
Apa akibatnya?
Dengan menggunakan ancaman, kita tidak sadar telah mengajarkan kepada anak bahwa mereka akan menurut jika mereka ditakut-takuti dahulu.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Siapkan aturan main sebelum kita bicara, setelah siap, dekati anak, tatap matanya, dan katakan dengan nada serius bahwa kita ingin ia berhenti bermain sekarang atau berikan pilihan, misal : “Sayang, Papa/Mama ingin kamu mandi. Kamu mau mandi sekarang atau lima menit lagi? Bila jawabannya, “lima menit lagi pa/ma.” Kita jawab kembali, “Baik, kita sepakat setelah lima menit, kamu mandi ya. Tapi jika tidak berhenti setelah lima menit, dengan terpaksa Papa/Mama simpan hingga lusa.” Setelah persis lima menit, dekati si anak, tatap matanya dan katakan sudah lima menit, tanpa kompromi dan tawar menawar lagi. Jika dia tidak menepati pilihannya, langsung laksanakan konsekuensinya segera.
Kebiasaan 7 :
Papa dan Mama tidak kompak
Seorang ibu meminta anaknya yang menonton televisi terus menerus untuk mengerjakan tugas sekolahnya, tapi pada saat yang bersamaan, si bapak membela si anak dengan mengatakan bahwa tidak masalah bila menonton televisi terus, dengan alasan supaya anaknya tidak stres.
Apa akibatnya?
Anak-anak pada umumnya belum dapat memahami nilai benar dan salah. Mereka lebih cepat menangkap rasa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan bagi dirinya, sehingga si anak memberi nilai bahwa ibunya jahat dan bapaknya baik, akibatnya, setiap kali ibunya memberi perintah, ia akan mulai melawan dengan berlindung di balik pembelaan bapaknya. Perlahan tapi pasti, anak akan belajar untuk terus melawan terhadap ibunya. Demikian sebaliknya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Untuk itu diperlukan peranan orang tua dalam mendidiknya. Peran itu bukan tugas ibu saja atau bapak saja, tapi keduanya. Ketika orang tua tidak kompak dalam mendidik anak-anaknya, maka anak tidak akan pernah menjadi lebih baik. Dihadapan anak, jangan sampai berbeda pendapat untuk hal-hal yang berhubungan langsung dengan persoalan mendidik anak. Apabila ada pandangan yang berbeda dalam mendidik anak, bicarakan hal ini secara pribadi dengan pasangan kita.
Kebiasaan 8 :
Campur tangan Kakek, Nenek, Tante atau pihak lain
Pada saat kita sebagai orang tua sudah berusaha untuk kompak satu sama lain dalam mendidik anak-anaknya, tiba-tiba ada pihak ke-3, yaitu kakek, nenek, om, tante atau pihak lain di luar keluarga inti, yang muncul dan cenderung membela si anak.
Apa akibatnya?
Bila dalam satu rumah terdapat pihak di luar keluarga inti yang ikut mendidik pada saat orang tua mendidik, anak akan cenderung berlindung di balik orang yang membelanya, anak juga cenderung melawan orang tuanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk memiliki kesepakatan dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang dilakukan oleh kita sebagai orang tua. Berikan pengertian sedemikian rupa dengan bahasa yang bisa diterima dengan baik oleh para pihak ke-3.
Kebiasaan 9 :
Menakuti anak
Pada saat anak kita menangis dan kita berusaha untuk menenangkannya, kita sering mengatakan kepada si anak :”Eh, kalo nangis terus nanti disuntik lho …” atau “Kalo kamu nangis terus, Papa/mama panggil pak satpam ya.” Anak akhirnya memang cenderung untuk berhenti menangis atau merengek dan menuruti kita.
Apa akibatnya?
Dengan pernyataan ancaman atau menakut-nakuti, sebenarnya kita telah menanamkan rasa tidak suka atau benci pada institusi atau pihak yang kita sebutkan. Anak akan tidak suka atau takut dengan figur dokter/satpam. Pernyataan mengancam/menakuti akan semakin dipahami anak sebagai kebohongan orang tua seiring perjalanan tumbuh kembang anak.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak-anak juga mampu berpikir dewasa. Jika anak minta dibelikan permen katakan padanya akibat yang dapat ditimbulkan pada gigi dari pemanis buatan itu. Jika anak tetap memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, “Kamu boleh menangis, tapi papa/mama tetap tidak akan membelikan permen.” Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan sendirinya.
Kebiasaan 10 :
Ucapan dan tindakan tidak sesuai
Ada sebagian orang tua yang menetapkan pola asuhnya dengan menggunakan cara memberi penghargaan dengan pujian atau bahkan hadiah untuk kebaikan yang dilakukan oleh anaknya. Contohnya “Jika kamu mau membersihkan tempat tidurmu, maka di akhir pekan papa/mama mengajakmu jalan-jalan”. Dan pada akhir pekan, ternyata kita tidak dapat memenuhi janjinya, sehingga anak kita menjadi marah.
Apa akibatnya?
Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji, jika kita tidak menepati janji, maka kita tidak dipercaya oleh anak dan selanjutnya, anak mulai tidak mau menuruti yang kita minta.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah mudah mengumbar janji pada anak dengan tujuan untuk merayunya, agar ia mau mengikuti permintaan kita. Pikirlah dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi janji tersebut. Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi segeralah minta maaf, berikan alasan yang jujur dan minta dia untuk menentukan apa yang kita bisa lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.
Kebiasaan 11 :
Hadiah untuk perilaku buruk anak
Pada saat kita bersama anak berada di tempat umum, si anak minta dibelikan mainan. Lalu kita katakan tidak boleh. Si anak terus merengek dan rengekannya semakin kuat hingga menjadi teriakan dan ada gerakan perlawanan. Kita tetap mengatakan tidak boleh. Dan pada saat kita berada di antrian bayar kasir, dia merengek lagi dengan kekuatan penuh untuk membuat kita malu di depan umum. Dan akhirnya, tibalah saat yang dinantikan oleh anak dengan mendengar pernyataan dari kita sebagai orang tua : “Ya sudah, kamu ambil satu. Satu saja ya!”.
Apa akibatnya?
Saat kita memberi pernyataan, …”Ya sudah, kamu ambil satu.” … kita telah memberikan hadiah pada perilaku buruk yang dilakukannya. Dan sejak saat itu juga, anak mempelajari sesuatu bahwa untuk bisa mendapatkan sesuatu yang diinginkan maka dia harus membuat perlawanan yang cukup heboh di tempat yang “strategis”. Anak mempelajari bahwa apa pun permintaannya dapat dikabulkan bila melalui perlawanan yang gigih. Kejadian ini akan terus diulangi dan diuji-cobakan pada permintaan yang lain.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Tetaplah berlaku konsisten, tidak perlu malu atau takut dikatakan sebagai orang tua yang ‘tega’ atau ‘kikir’. Ingatlah selalu bahwa kita sedang mendidik anak. Sekali kita konsisten, anak tak akan pernah mencobanya lagi. Ingat sekali lagi : tetaplah KONSISTEN dan pantang menyerah! Apa pun alasannya, jangan pernah memberi hadiah pada perilaku buruk si anak.
Kebiasaan 12 :
Merasa bersalah karena tidak bisa memberikan yang terbaik
Dalam kehidupan saat ini, dimana sebagian besar orang tua banyak menghabiskan waktunya di kantor/ tempat kerja daripada bersama anaknya, menyebabkan banyak orang tua merasa bersalah atas situasi ini. Akibatnya para orang tua menyetujui perilaku buruk anaknya dengan ungkapan yang sering dilontarkan, “Biarlah dia seperti ini mungkin karena saya juga yang jarang bertemu dengannya…”
Apa akibatnya?
Semakin orang tua merasa bersalah terhadap keadaan, semakin banyak kita menyemai perilaku buruk anak kita. Semakin kita memaklumi perilaku buruk yang diperbuat anak, akan semakin sering ia melakukannya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Apa pun yang bisa kita berikan secara benar pada anak kita adalah hal yang terbaik. Tiap keluarga memiliki masalah yang unik, tidak sama. Ada orang punya kelebihan pada aspek financial tapi miskin waktu bertemu dengan anak, sebaliknya ada yang punya banyak waktu bersama tapi kekurangan dari sisi ekonomi. Jadi yakinlah bahwa dalam kondisi apa pun kita tetap bisa memberikan yang terbaik. Jadi, jangan pernah memaklumkan hal-hal yang tidak baik. Lakukanlah pendekatan kualitas jika kita hanya punya sedikit waktu, gunakan waktu yang minim itu untuk bisa berbagi rasa sepenuhnya dengan anak kita. Menyisihkan waktu di antara sisa-sisa tenaga kita, memang tidak mudah. Tapi lakukanlah demi mereka dan keluarga kita, maka akan terbiasa.
Kebiasaan 13 :
Mudah menyerah dan pasrah
Pernahkah kita mengucapkan kata-kata : “Duh.. anak saya itu memang keras betul…saya tidak sanggup lagi untuk mengaturnya.” Atau “Biar sajalah, terserah apa maunya. Saya sudah tidak sanggup lagi untuk mendidiknya.”
Apa akibatnya?
Dalam kondisi kita sebagai orang tua tidak tegas dan mudah menyerah, si anak justru keras dan lebih tegas. Akibatnya dalam banyak hal, si anak jauh lebih dominan dan mengatur orang tuanya. Akibat lebih lanjut orang tua sulit mengendalikan perilaku anaknya dan cenderung pasrah.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Belajar dan berusahalah dengan keras untuk menjadi lebih tegas dalam mengambil keputusan, tingkatkan watak keteguhan hati dan pantang menyerah. Bila kita mudah menyerah, kepada siapa kita akan melimpahkan tugas kita ini dalam mendidik anak?
Kebiasaan 14 :
Marah yang berlebihan
Pernahkah kita memarahi anak kita karena melakukan kesalahan karena kelengahan kita menjaga mereka? Bahkan tidak jarang kita melakukan kekerasan fisik.
Apa akibatnya?
Sering kita menyamakan persepsi antara mendidik dan memarahi. Perlu diingat, memarahi adalah cara mendidik yang paling buruk. Pada saat memarahi anak, kita tidak sedang mendidik mereka, melainkan melampiaskan tumpukan kekesalan kita karena tidak bisa mengatasi masalah dengan baik dan merupakan upaya untuk melemparkan kesalahan pada anak kita. Dan setelah selesai marah kita akan menyesal dan cenderung tidak konsisten terhadap apa yang telah kita tetapkan. Rasa menyesal ini juga sering kita ganti dengan memberikan dispensasi atau membolehkan hal-hal yang sebelumnya kita larang. Bila hal ini terjadi, anak kita akan selalu berusaha memancing kemarahan kita, kemudian kita kembali menyesal dan si anak menikmati hasilnya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah bicara pada saat marah! Pergilah menghindar hingga amarah reda. Setelah itu bicara “tegas” dan bukan berbicara “keras”. Bicara tegas adalah bicara dengan nada yang datar, dengan serius dan menatap wajah serta matanya dalam-dalam. Bicara tegas adalah bicara pada saat pikiran kita rasional. Sedangkan bicara keras adalah pada saat pikiran kita dikuasai emosi, sehingga kata-kata kita tidak bisa terkontrol. Anak yang dimarahi cenderung tidak bertambah baik, ia akan menimpali dengan kesalahan yang sama. Maka bertindaklah tegas jika kita ingin anak kita menjadi lebih baik.
Kebiasaan 15 :
Gengsi untuk menyapa
Kita pasti pernah mengalami bahwa kita telanjur marah besar terhadap anak, biasanya amarah terbawa selama berhari-hari, sehingga hubungan kita dengan anak menjadi renggang.
Apa akibatnya?
Akibat rasa kesal yang masih tersisa dan ditambah “gengsi”, kita enggan menyapa anak kita. Masing-masing pihak menunggu untuk memulai kembali hubungan yang normal.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Kita sebagai orang tua yang harus memulai saat anak mulai menunjukkan tanda-tanda perdamaian dan mengikuti keinginan kita, jangan tunda lagi, dan bukalah pembicaraan dengannya. Ajaklah kembali bicara seperti biasanya, jika perlu mintalah maaf atas apa yang telah terjadi diantara kita dan anak kita. Anak pun akan ikutan meminta maaf, sehingga tanpa disadari oleh si anak, dia akan merasa bahwa kita tidak suka pada sikap anak kita dan bukan pada pribadi anak kita.
Kebiasaan 15 :
Memaklumi yang tidak pada tempatnya
Kebanyakan orang tua bila melihat anak berperilaku usil dan suka mengganggu, cenderung mengatakan : “Ya, maklumlah namanya juga anak-anak…”
Apa akibatnya?
Karena kita selalu memaklumi tindakan keliru yang dilakukan oleh anak-anak, otomatis si anak berpikir bahwa perilakunya saat ini sudah benar, karena tidak ada teguran. Sehingga ia akan selalu mengulangi tindakan keliru atau buruk itu. Akan berdampak lebih buruk lagi, bila perilaku ini dipertahankan hingga ia dewasa.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Kita tidak perlu memaklumi suatu hal yang tidak perlu dimaklumi. Kita harus mendidik setiap anak tanpa kecuali dengan tegas (ingat : bukan keras) sejak usia 2 tahun. Semakin dini usianya, semakin mudah untuk diajak kerja sama. Ia akan mau diajak bekerja sama selama kita selalu mengajaknya berdialog dari hati ke hati, tegas dan konsisten. Tidak perlu menunggu hingga usianya beranjak dewasa. Semakin bertambah usia, semakin tinggi tingkat kesulitan untuk mengubah perilaku buruknya.
Kebiasaan 17 :
Penggunaan istilah yang tidak jelas maksudnya
Seberapa sering kita sebagai orang tua mengungkapkan pernyataan seperti, “Awas ya, kalau kamu ikut Papa/mama, tidak boleh nakal!” atau “Awas, kalo mau ikut Papa/mama jangan macam-macam ya”.
Apa akibatnya?
Kita sering menggunakan istilah-istilah yang tidak memiliki maksud yang jelas seperti istilah “nakal” atau “jangan macam-macam”. Istilah ini akan membingungkan anak kita. Dalam benak mereka bertanya apa yang dimaksud dengan nakal, tingkah laku seperti apa yang masuk dalam kategori nakal, dan perilaku apa yang masuk kategori macam-macam. Selain bingung, anak juga akan menebak-nebak arti dari istilah nakal atau macam-macam. Sehingga, mereka mencoba-coba untuk mengetahui perilaku yang masuk kategori nakal atau macam-macam itu.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Bicaralah dengan jelas dan spesifik, misalnya, “Sayang, bila kamu ingin ikut Papa/mama, kamu tidak boleh minta mainan, permen dan tidak boleh berteriak di kasir seperti minggu lalu ya”. Sehingga anak jelas memahami keinginan kita dan berusaha memenuhinya. Jangan lupa untuk menetapkan kesepakatan bersama apa konsekuensinya jika hal itu dilanggar.
Kebiasaan 18 :
Mengharap perubahan instan
Ketika anak terlambat bangun, tidak membereskan tempat tidur atau sulit dimandikan, kita ingin bahwa anak kita berubah total dalam jangka waktu sehari.
Apa akibatnya?
Karena terbiasa hidup dalam budaya “instan” seperti mie instan, susu instan, the instan, sehingga setiap anak berbuat salah, kita sering ingin sebuah perubahan yang instan juga. Apabila kita sering memaksakan perubahan pada anak kita dalam waktu singkat tanpa tahapan yang wajar, kemungkinan besar anak sulit memenuhinya. Dan ketika ia gagal dalam memnuhi keinginan kita, ia akan frustasi dan tidak yakin bisa melakukannya lagi. Akibatnya ia memilih untuk melakukan perlawanan seperti banyak memberi alasan, acuh tak acuh atau marah-marah.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita mengharapkan perubahan kebiasaan pada anak, berikanlah waktu untuk tahapan-tahapan perubahan yang rasional untuk bisa dicapainya. Hindari target perubahan yang tidak mungkin bisa dicapainya. Bila mungkin ajak ia melakukan perubahan dari hal yang paling mudah. Biarkan ia memilih hal yang paling mudah menurutnya uantuk diubah. Jika ia berhasil, itu akan memotivasi anak untuk melakukan perubahan lainnya yang lebih sulit. Puji dan jika perlu dirayakan setiap perubahan yang berhasil dilakukannya, sekecil dan sesederhana apa pun perubahan tersebut. Ini untuk menunjukkan betapa seriusnya perhatian kita terhadap usaha yang telah dilakukannya. Pusatkan pujian kita pada usaha kerasnya dan jangan memusatkan pada hasilnya yang kadang-kadang kurang memuaskan kita.
Kebiasaan 19 :
Pendengar yang buruk
Suatu hari anak kita pulang terlambat, seharusnya siang ternyata baru pulang sore hari. Kita tidak mendapat keterangn apa pun darinya dan kita merasa kesal menunggu, sekaligus juga khawatir. Lalu pada saat anak kita sampai dan masih lelah, kita langsung menyambutnya dengan serentetan pertanyaan dan omelan. Bahkan setiap anak hendak bicara, kita selalu memotongnya. Akibatnya ia malah tidak mau bicara dan marah pada kita.
Apa akibatnya?
Pada saat seperti itu, yang sangat dibutuhkan oleh seorang anak adalah ingin didengarkan dan ingin diperhatikan. Padahal keterlambatannya ternyata disebabkan adanya tugas mendadak dari sekolah. Ketika anak tidak mendapat kesempatan untuk berbicara, ia merasa tidak dihargai dan akhirnya dia juga berbalik untuk tidak mau mendengarkan kata-kata kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Mulai saat ini jadilah pendengar yang baik. Perhatikan setiap ucapan ceritanya, sehingga kita mengetahui permasalahan secara utuh dan benar. Cukup dengarkan dahulu dengan memberi tanggapan antusias dan empati. Tahanlah untuk tidak berkomentar apa pun sampai anak kita mengatakan, “Menurut Papa/mama bagaimana?”. Ingatlah pesan yang disampaikan oleh Tuhan melalui anggota tubuh kita, yaitu Tuhan memberi kita 2 telinga dan 1 mulut, yang artinya Tuhan menghendaki kita 2 kali mendengarkan dan 1 kali berbicara. Dan jangan dibalik.
Kebiasaan 20 :
Selalu menuruti permintaan anak
Apakah anak kita adalah anak semata wayang? Atau anak laki-laki yang ditunggu-tunggu dari beberapa anak perempuan kakak-kakaknya? Atau mungkin anak yang sudah 10 tahun ditunggu-tunggu baru kita dapatkan? Fenomena ini seringkali menjadikan orang tua teramat sayang pada anaknya, sehingga setiap kemauan anak selalu dituruti.
Apa akibatnya?
Seperti seorang raja kecil, semakin hari tuntutannya semakin aneh-aneh dan kuat. Jika ini sudah menjadi kebiasaan maka kita akan sulit sekali membendungnya. Anak yang dididik dengan cara ini akan menjadi anak yang super egois, tidak kenal toleransi dan tidak bisa bersosialisasi.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Betapapun sayangnya kita pada anak jangan pernah memberlakukan pola asuh seperti ini. Rasa sayang tidak harus ditunjukkan dengan menuruti segala kemauannya. Jika kita benarsayang, maka kita harus mengajarinya tentang nilai baik dan buruk, yang benar dan salah, yang boleh dan tidak boleh dilakukan.Kita harus menerapkan pola asuh sesuai tipologi sifat dasarnya. Jika tidak, rasa sayng kita akan “kebablasan” dan menjadikannya anak yang “semau gue” atau egois/manja.
Kebiasaan 21 :
Terlalu banyak larangan
Seberapa banyak kita jumpai orang tua yang ingin menjadikan anaknya seperti apa yang dia inginkan secara sempurna (Perfectionist)? Yang cenderung membentuk anaknya sesuai dengan keinginannya, anaknya harus begini dan tidak boleh begitu, dilarang melakukan ini dan itu. Hal tersebut terkadang dilakukan secara berlebihan, sampai-sampai hal yang paling pribadi pun ikut-ikutan diaturnya.
Apa akibatnya?
Anak tercipta untuk menjadi dirinya sendiri dengan cara yang benar sesuai nilai-nilai yang berlaku. Pada saat kita menerapkan pola asuh perfectionist, pada saatnya anak tidak tahan lagi dengan cara kita. Ia pun akan melakukan perlawanan, baik dengan cara menyakiti diri, dengan perlawanan tersembunyi atau dengan perang terbuka.

Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Kurangilah sifat kita yang perfeksionis. Berilah ijin kepada anak untuk melakukan banyak hal yang baik dan positif. Berlatihlah untuk selalu berdialog. Bangunlah situasi saling mempercayai antara kita dan anak kita. Kurangilah jumlah larangan yang berlebihan. Gunakan kesepakatan-kesepakatan untuk memberikan batas yang lebih baik.
Kebiasaan 22 :
Terlalu cepat menyimpulkan
Pada saat anak pulang terlambat dan hendak menceritakan penyebabnya, kita memotong pembicaraan dengan mengatakan, “sudah-sudah tidak perlu banyak alasan”. Atau “ Ah, Papa/mama tahu, kamu pasti main ke tempat itu lagi kan?!”.
Apa akibatnya?
Kita cenderung memotong pembicaraan pada saat anak kita sedang memberikan penjelasan dan segera menentukan kesimpulan akhir yang biasanya cenderung memojokkan anak kita. Padahal kesimpulan kita belum tentu benar dan seandainya benar cara ini akan menyakitkan hati si anak, sehingga anak akan menyimpulkan bahwa kita adalah orang tua yang sok tahu, tidak mau memahami keadaan dan menyebalkan. Dan akibatnya anak malah akan benar-benar melakukan hal-hal yang kita tuduhkan kepadanya. Ia tidak pernah mau mendengarkan nasihat kita dan ia akan pergi pada saat kita sedang berbicara padanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah memotong pembicaraan dan mengambil kesimpulan terlalu dini. Dengarkan, dengarkan dan dengarkan sambil memberi tanggapan positif dan antusias. Ada saatnya bahwa kita akan diminta bicara, tentunya setelah anak kita sudah selesai dengan penjelasannya.

Kebiasaan 23 :
Mengungkit kesalahan masa lalu
Seringkali kita mengungkit-ungkit catatan kesalahan yang pernah dibuat anak kita, contohnya, “Tuh kan Papa/mama bilang apa? Kamu tidak pernah mau dengerin sih, sekarang kejadian kan. Makanya dengerin kalo orang tua ngomong. Dasar kamu memang anak bebal sih”.
Apa akibatnya?
Kita berharap, dengan mengungkit kejadian masa lalu mengenai catatan kesalahannya, anak akan belajar dari masalah. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Ia akan sakit hati dan berusaha mengulangi kesalahan-kesalahannya sebagai tindakan pembalasan dari sakit hatinya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita tidak ingin anak kita berperilaku buruk lagi, jangan pernah mengungkit-ungkit lagi masa lalunya. Cukup dengan tatapan mata, jika perlu rangkul anak kita. Ikutlah berempati sampai dia mengakui kesalahannya. Ungkapkan pernyataan seperti, “Y, sayang kita semua manusia biasa, setiap orang pasti pernah keliru dan salah. Papa/mama yakin ini adalah pelajaran berharga buat kita semua dan mulai besok kamu yang memutuskan yang terbaik”. Dan bila ternyata anak kita yang mengungkit kekeliruannya di masa lalu, kita cukup memberikan anggukan kepala serta pujian bahwa dia mau belajar dari pengalaman. Berilah pujian dengan ungkapan, “Kamu memang anak papa yang luar biasa. Papa bangga kamu bisa mengambil hikmah positif dari kejadian yang kamu alami”.
Kebiasaan 24 :
Suka membandingkan
Kebanyakan orang tua, entah sadar atau tidak justru sering membanding-bandingkan anaknya dengan orang lain/ satu sama lain. Contohnya, “Coba kalo kamu mau rajin belajar seperti kakak, pasti nilai rapor kamu tidak seperti ini!”.

Apa akibatnya?
Jika kita sering melakukan kebiasaan membandingkan satu dengan yang lain, maka akan mengakibatkan anak makin tidak menyukai kita dan merasa iri dan benci pada si pembanding. Sementara itu, anak si pembanding akan merasa arogan dan tinggi hati. Anak yang sering dibandingkan akan menjadi anak pemangkang dan berperilaku makin buruk serta berupaya menjatuhkan si pembanding dengan berbagai cara. Kita secara tidak sadar telah memicu pertengkaran diantara anak-anak kita sendiri.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah sekali-kali membanding-bandingkan satu dengan lainnya, karena setiap anak terlahir dengan membawa perbedaan. Catat perubahan perilaku masing-masing anak. Jika ingin membandingkan, bandingkanlah perilaku anak yang sama dimasa lalu dengan perilaku anak yang sama di masa kini. Motivasilah terus untuk maju. Pujilah segala usaha kerasnya. Berikan ungkapan, “Sayang, Papa/mama perhatikan dulu kamu itu hebat lho seringkali menolong adikmu. Tapi kok sekarang Papa/mama tidak pernah lagi melihat kamu melakukannya ya? Kenapa sayang?” atau “Eh, biasanya anak Papa/mama suka merapikan tempat tidur ya, kenapa hari ini nggak?”.
Kebiasaan 25 :
Paling benar dan paling tahu segalanya
Pernah tidak kita sebagai orang tua melontarkan pernyataan seperti, “Ah…kamu ini masih bau kencur tahu apa soal hidup”. Atau “Kamu tau ngga, Papa dan Mama sudah banyak makan asam garamnya kehidupan, jadi kamu ngga perlu nasihatin Papa-Mama”.
Apa akibatnya?
Jika kita memiliki kebiasaan ini, maka kita telah membuat proses komunikasi dengan anak-anak mengalami jalan buntu. Meskipun kita bermaksud menunjukkan superioritas kita di depan anak, tapi yang ditangkap anak malah semacam kesombongan yang luar biasa. Tentu saja tak seorang pun mau mendengarkan nasihat orang yang sombong.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Seringkali usia orang tua dijadikan acuan tentang banyaknya pengetahuan dan pengalaman. Namun untuk saat ini, kondisi itu sudah tidak tepat lagi. Siapa yang lebih banyak mendapatkan informasi dan banyak mengikuti kegiatan baik yang bersifat bisnis atau sosial, lokal/internasiona, dialah yang lebih banyak tahu dan berpengalaman. Seperti seorang pilot, kepiawaiannya dinilai dari jumlah jam terbang, bukan dinilai berdasarkan usia. Jadi janganlah pernah merasa menjadi orang yang paling tahu, paling hebat dan paling banyak makan asam garam.Kita harus selalu ingat sifat padi yang semakin berisi akan semakin merunduk. Dengarkanlah setiap masukan yang datang dari anak kita, tanpa merasa lebih rendah. Bila kita kurang setuju dengan pandangan anak kita, dukunglah idenya terlebih dahulu, kemudian ceritakan pengalaman kita yang berkaitan dengan ide tadi.
Kebiasaan 26 :
Saling melempar tanggung jawab
Kita sering mendengar (atau mungkin mengalami) beberapa suami terhadap istri atau sebaliknya mengungkapkan pernyataan seperti, “Kamu sih memang tidak becus mendidik anak,” kata sang suami, kemudian sang istri tak kalah sengit menjawab, “Enak saja, selama ini kamu kemana saja?” tukas sang istri. Kemudian ditanggapi lagi oleh sang suami, “Lho itukan tugas kamu mendidik anak, aku tugasnya mencari nafkah. Jadi kalo ada apa-apa sama anak, ya kamulah yang paling bertanggung jawab!”. Begitulah pertempuran mulut yang tiada berujung dan tiada berakhir.
Apa akibatnya?
Mendidik anak merupakan tanggung jawab orang tua, yaitu bapak dan ibu. Bila tidak maka proses pendidikan anak akan terasa timpang dan jauh dari berhasil, sehingga yang sering terjadi adalah saling menyalahkan satu sama lain. Anak kita akan merasa tindakan buruknya bukan karena kesalahannya, melainkan disebabkan oleh ketidak becusan salah satu dari orang tuanya. Jelas anak kita akan merasa terbela dan semakin berperilaku buruk.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Hentikan saling menyalahkan sekarang juga! Ambilah tanggung jawab kita selaku orang tua secara berimbang. Keberhasilan pendidikan ada di tangan kita berdua dan merupakan kerja sama tim. Belajarlah bagaimana cara mendidik yang benar dari sumber-sumber yang tepat dan jangan pernah ada alasan tidak ada waktu. Jadi aturlah waktu kita dengan berbagai cara dan kompaklah selalu dengan pasangan. Ingat selalu pertanyaan bijak yang sebaiknya kita ajukan sebelum menyalahkan pasangan kita, dan renungkanlah, “Apa peran yang sudah saya berikan dalam proses pendidikan anak-anak saya selama ini?”
Kebiasaan 27 :
Kakak harus selalu mengalah
Ada seorang kakak beradik, yang diasuh oleh neneknya. Suatu hari adiknya menangis dan tanpa mengetahui duduk persoalan serta siapa yang salah dan benar, si nenek selalu memarahi si kakak. Si nenek selalu membela si adik dan melimpahkan kesalahan pada kakaknya. “Kamu ini gimana sih? Sudah besar kok tidak mau mengalah dengan adiknya.” Begitu ucapan yang selalu keluar dari mulut si nenek. Terkadang dibumbui dengan cubitan pada kakaknya.
Apa akibatnya?
Ada suatu budaya di negeri ini bahwa anak yang lebih tua harus selalu mengalah dengan saudaranya yang lebih muda, sehingga tanpa melihat siapa yang salah dan siapa yang benar, setiap kali adiknya menangis, selalu kakaknya yang disalahkan, yang mengakibatkan anak yang paling tua tidak memiliki rasa percaya diri dan membenci adiknya. Lama kelamaan si kakak mulai banyak melawan atas ketidak adilan ini dan kedua anak bersaudara ini makin sering bertengkar. Sementara si adik, yang selalu dibela, menjadi semakin egois dan makin berani menyakiti kakaknya, selalu merasa benar dan memberontak.

Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Anak harus diajari untuk memahami nilai benar dan salah atas perbuatannya terlepas dari apakah ia lebih muda atau lebih tua usianya. Maka berlakulah adil. Ketahuilah informasi secara lengkap dari anak kita secara berimbang pada saat mereka bertengkar. Tunjukkan hal-hal yang benar dan salah pada masing-masing. Damaikanlah mereka segera, serta jelaskan nilai-nilai benar yang berlaku dan perlu mereka taati bersama.
Kebiasaan 28 :
Menghukum secara fisik
Dalam kondisi emosi, kita cenderung menjadi sensitif hingga pada akhirnya suara kita yang keras berubah menjadi tindakan fisik yang menyakiti anak.
Apa akibatnya?
Jika kita terbiasa dengan keadaan ini, maka kita telah mendidiknya menjadi anak yang kejam dan beringas, suka menyakiti orang lain dan membangkang. Pada saat ia bersosialisasi, percaya atau tidak anak akan meniru tindakan kita yang suka memukul. Anak yang sejak kecil terbiasa dipukul oleh orang tuanya akan menyimpan dendam dalam batinnya. Rasa dendam terkadang ia lampiaskan kembali pada orangtuanya sendiri, orang lain atau teman-teman sebayanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah sekalipun menggunakan hukuman fisik kepada anak, mencubit, memukul atau manampar bahkan menggunakan alat seperti ikat pinggang atau rotan. Anak kita adalah anak manusia yang telah dirancang oleh Penciptanya untuk bisa diatur dengan kata-kata. Bila kata-kata kita sudah tidak lagi didengar oleh anak, koreksilah segera diri kita, pasti ada yang salah dengan kebiasaan kita hingga anak tidak menurut. Seandainya dulu kita pernah diperlakukan demikian oleh orang tua kita, maafkanlah orang tua kita dan jangan lanjutkan kebiasaan yang sangat buruk ini pada anak kita. Hukuman pukulan lebih cocok kepada binatang daripada manusia. Gunakanlah media dialog, pujian dan kelembutan.
Kebiasaan 29 :
Menunda atau membatalkan hukuman
Pernahkah kita pada saat anak minta dibelikan permen atau mainan, dan anak merengek, kita lalu menjanjikan konsekuensi hukuman atau sangsi, tetapi kita menunda atau bahkan membatalkannya karena alasan lupa atau kasihan? Atau ketika anak berhenti merengek, kita menganggap masalah sudah selesai dan akhirnya kita menunda atau membatalkan hukuman.
Apa akibatnya?
Bila kita tidak melaksanakan kesepakatan, anak akan menilai kita sebagai orang tua yang selalu lupa atau hanya mengancam. Maka sering terjadi anak mempunyai pola pikir untuk selalu melanggar kesepakatan karena sangsi atau hukuman tidak pernah terjadi.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita sudah punya kesepakatan dan anak melanggarnya, sangsi atau hukuman tetap berlaku. Segera laksanakan sangsi itu dan jangan menunda-nunda. Bila kita kasihan mungkin kita bisa kurangi sangsi atau hukumannya. Perlu diingat bahwa sangsi atau hukuman yang dimaksud bukanlah sangsi atau hukuman secara fisik, tetapi lebih pada pengurangan bobot kesukaannya seperti mengurangi jam menonton televisi, mengurangi jam bermain, dan lainnya.
Kebiasaan 30 :
Terpancing emosi
Anak-anak dalam memaksakan kehendak, biasanya sering menguji emosi kita dengan perilakunya yang mengesalkan seperti menangis, merengek, berguling atau memukul. Sehingga akhirnya kita sering terpancing, menjadi marah dan lepas kontrol atau malah cenderung mengalah. Pernahkah kita mengalaminya?


Apa akibatnya?
Bila kita terpancing, anak kitalah yang merasa menang, sehingga anak kita merasa bisa mengendalikan orang tuanya. Jika ini terjadi maka ia akan terus berusaha untuk mengulanginya pada kesempatan lain dengan pancingan emosi yang lebih besar lagi.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Yang terbaik adalah diam, tidak bicara dan tidak menanggapi. Jangan pedulikan ulahnya. Bial anak menangis katakan padanya bahwa tangisannya tidak mengubah keputusan kita. Bila anak tidak menangis tapi tetap berulah, kita katakan saja bahwa kita akan mempertimbangkan keputusan kita dengan catatan si anak tidak berulah lagi. Setelah itu lakukan aksi diam. Cukup tatap dengan mata pada anak yang berulah, hingga ia berhenti berulah. Dalam proses ini kita jangan malu pada orang yang memperhatikan kita, dan jangan ada pula orang lain yang berusaha menolong anak kita yang sedang berulah tadi. Sekali kita berhasil membuat anak kita mengalah, maka selanjutnya dia tidak akan mengulangi untuk yang kedua kalinya.
Kebiasaan 30 :
Menghukum anak saat kita marah
Seringkali bila anak kita berbuat salah, kita menjadi marah dan selalu memberikan sanksi atau hukuman, apalagi ketika emosi kita sedang memuncak. Sanksi atau hukuman yang kita berikan kebanyakan berupa hukuman secara fisik.
Apa akibatnya?
Pada saat emosi kita sedang tinggi, apa pun yang keluar dari mulut kita, baik dalam bentuk kata-kata maupun hukuman akan cenderung untuk menyakiti dan tidak menjadikan anak kita lebih baik, sehingga akan berakibat fatal, yaitu kita telah melukai hati anak kita dan anak seringkali tidak bisa melupakannya. Selain itu anak juga bisa mendendam pada orang tuanya.

Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Bila dalam keadaan marah, segeralah menjauh dari anak, seperti masuk kamar atau mandi dengan air yang sejuk. Jika kita bertekad akan memberikan sangsi/hukuman, tundalah sampai emosi kita mereda. Stelah itu pilih dan susunlah bentuk sangsi/hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuatnya. Pilihlah bentuk sangsi/hukuman yang mengurangi aktivitas yang disukainya, seperti mengurangi waktu main game, dsb. Harap diingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan untuk menyakiti.
Kebiasaan 32 :
Mengejek
Ada orang tua yang suka memeloroti celana anknya untuk jadi bahan tertawaan atau seorang anak yang sedang menyanyi dan kita mengejeknya, “Cie…cie…mirip Ariel nich ye”.
Apa akibatnya?
Orang tua yang biasa menggoda anaknya sering kali secara tidak sadar telah membuat anaknya kesal. Dan ketika anak memohon kepada kita untuk tidak menggodanya, kita malah semakin senang telah berhasil membuatnya kesal atau malu, sehingga hal ini akan membangun ketidak sukaan anak kepada kita akhirnya anak tidak menghargai kita lagi, karena ia menganggap kita juga seperti teman-temannya yang suka menggodanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita ingin bercanda dengan anak, pilihlah materi bercanda yang tidak membuatnya malu atau merendahkan dirinya. Jagalah batas-batas dan hindari bercanda yang membuat anak kita kesal atau malu. Bila sedang bercanda, ekspresi anak kita kesal dan meminta kita segera menghentikannya, segera hentikan dan jika perlu meminta maaflah atas kejadian yang baru terjadi. Katakanlah kita tidak bermaksud merendahkannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Kebiasaan 32 :
Menyindir
Beberapa orang tua terkadang tidak dapat menyampaikan hal-hal yang diinginkannya dengan baik dan jelas ke pada anak, karene tidak tahu caranya. Karena sudah mencapai batas kesabarannya, terkadang orang tua mengungkapkan kemarahannya dengan kata-kata singkat yang pedas dengan maksud menyindir seperti, “Tumben hari gini sudah pulang” atau ”sering-sering aja pulang malem!”.
Apa akibatnya?
Kebiasaan ini akan membuat anak semakin menjadi-jadi dan menjaga jarak dengan kita. Kita telah menyakiti hatinya dan membuatnya tidak ingin berkomunikasi dengan kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Tak ada seorang pun yang berubah menjadi baik karena sindiran. Katakanlah secara langsung apa yang kita inginkan dengan kalimat yang tidak menyakiti hatinya. Katakan saja, “Sayang, Papa/mama khawatir akan keselamatan kamu kalo kamu pulang terlalu malam.”

Kebiasaan 33 :
Memberikan julukan yang buruk
Kita dengan begitu mudahnya sering memberikan julukan yang buruk, seperti si gendut, si lemot, si cengeng, biang kerok, dsb.
Apa akibatnya?
Kebiasaan memberikan julukan yang buruk pada anak akan mengakibatkan rasa rendah diri, tidak percaya diri/minder, kebencian dan perlawanan. Adakalanya anak ingin membuktikan kehebatan julukan tersebut pada orang tuanya. Misal, anak yang diberi julukan biang kerok, ia akan berpikir bahwa apa yang diperbuatnya tidaklah keliru, karena memang dia adalah biang kerok.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Gantilah segera julukan yang buruk dengan yang baik, seperti anak baik, anak hebat, anak bijaksana atau panggil dia dengan nama panggilan yang disukainya saja. Cobalah tanya pada anak kita, panggilan apa yang disukainya. Anak pasti akan lebih menyukai kita.
Kebiasaan 35 :
Mengumpan anak yang rewel
Kita sering mengalihkan perhatian anak kepada hal/barang lain pada saat anak kita marah, merengek, menangis atau meminta sesuatu dengan memaksa. Contohnya, “Tuh lihat tuh ada kakak pake baju warna apa tuh…?” atau “Lihat ini lihat, gambar apa ya lucu banget?”.
Apa akibatnya?
Pada saat anak kita sedang fokus pada apa yang diinginkan, ia akan memancing emosi kita dan emosinya sendiri akan menjadi sensitif. Ia tidak ingin dialihkan ke hal lain jika masalah ini belum ada kata sepakat penyelesainnya. Semakin kita berusaha mengalihkannya, semakin marah anak kita.
Apa yang sebaiknya dilakukan?
Selesaikan apa yang diinginkan anak kita dengan membicarakanya dan membuat kesepakatan di tempat, jika kita belum membuat kesepakatan di rumah. Katakan secara langsung apa yang kita inginkan, seperti, “Papa/mama belum bisa membelikan mainan itu sekarang. Jika kamu mau harus menabung dulu. Nanti papa/mama ajari kamu cara menabung. Bila kamu terus merengek, kita tidak jadi jalan-jalan dan langsung pulang”. Jika anak tetap merengek, segeralah kita pulang meski urusan belanja belum selesai. Untuk urusan belanja, kita masih bisa menundanya, tapi jangan sekali-kali menunda dalam mendidik anak.
Kebiasaan 36 :
Televisi sebagai agen pendidik anak
Menurut penelitian, sebagian besar perilaku buruk ditiru anak dari media visual dan sebagian lagi dari media cetak dan lingkungan. Jika kita membiarkan anak kita berlama-lama menonton TV, maka kita telah menyerahkan anak kita untuk dididik oleh ibu kedua.
Apa akibatnya?
Perilaku anak terbentuk karena 4 hal, yaitu :
1. Terbentuk berdasarkan Siapa yang lebih dulu mengajarkan kepadanya : kita atau TV?
2. Terbentuk oleh siapa yang lebih dia percaya, apakah pada kata-kata kita atau ketepatan waktu program-program TV?
3. Terbentuk oleh siapa yang menyampaikan lebih menyenangkan, Apakah kita atau program-program TV?
4. Terbentuk oleh siapa yang lebih sering menemaninya, kita atau program-program TV yang sangat setia menemani anak kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
1. Bangun komunikasi dan kedekatan dengan mengevaluasi 4 hal tsb diatas.
2. Ganti kegiatan menonton TV anak dengan kegiatan di rumah atau diluar rumah yang padat bagi anak-anak.
3. Gantilah program TV di rumah dengan film-film pengetahuan yang lebih mendidik dan menantang mulai dari film kartun hingga CD dalam bentuk permainan edukatif.
Kebiasaan 37 :
Mengajari anak untuk membalas
Bila anak kita dipukul oleh anak lain, sering kita menjadi tidak sabar dan memprovokasi anak untuk membalas dengan tindakan yang sama seperti anak lain itu. Alasan yang sering kita utarakan adalah supaya ada keadilan, masing-masing merasakan sakit.
Apa akibatnya?
Kita telah mendidik anak kita sendiri untuk mendendam dengan selalu membalas segala bentuk pukulan atau tindakan menyakiti lain yang diterimanya. Anak akan teringat terus hal-hal yang diajarkan oleh kita tentang konsep membalas itu. Jangan kaget bila anak kita sering membalas atau membalikkan apa yang kita sampaikan kepadanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Lebih baik kita mengajarkan anak untuk menghindari teman-temannya yang suka menyakiti. Lalu sampaikan pada orang tua yang bersangkutan bahwa anak kita sering mendapat perlakuan buruk dari anaknya dan ajak orang tua anak yang suka memukul untuk mengikuti program parenting baik di radio maupun media lainnya.
(Sumber : Buku : “37 kebiasaan orang tua yang menghasilkan perilaku buruk pada anak”; Mengapa Anak saya suka melawan dan susah diatur?; oleh Ayah
»»  Baca Selanjutnya...

Wednesday, February 15, 2012

Tepuk Tangan Membantu Perkembangan Otak Anak

Sebuah studi penelitian yang dilakukan dari Ben-Gurion University of the Negev tentang manfaat lagu yang dinyanyikan sambil bertepuk tangan, ternyata memberikan hasil adanya suatu hubungan langsung dengan peningkatan aktivitas dan keterampilan perkembangan yang penting terhadap anak-anak, remaja, hingga remaja dewasa. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa, anak-anak kelas satu, dua dan tiga di sekolah dasar yang menyanyikan lagu tersebut sambil bertepuk tangan ternyata dapat dibandingkan kemampuannya dengan anak-anak yang tidak ikut dalam kegiatan tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh Dr. Idit Sulkin, anggota BGU Music Science Lab in the Department of the Arts. Penelitian tersebut juga ditemukan bahwa dengan bertepuk tangan dapat membantu melatih keterampilan motorik anak sehingga menghasilkan menulis dengan lebih baik, tulisan yang rapi, dan hanya sedikit membuat kesalahan dalam mengeja. Seorang psikolog musik, Dr. Warren Brodsky bersama dengan seorang doktor yang mengawasi kegiatan tersebut mengungkapkan, bahwa kegiatan tepuk tangan dapat melatih otak dan mempengaruhi perkembangan daerah otak dan lainnya. Sedangkan manfaat lain yaitu anak-anak diajarkan untuk melatih integritas sosialnya dengan teman-temannya, sehingga kemampuan sosialisasinya lebih baik. Dalam studi tersebut, Dr. Sulkin bersama dengan timnya melakukan kunjungan di beberapa sekolah dasar dan memberikan latihan lagu sambil bertepuk tangan. Dan hal tersebut dilakukan selama 10 minggu. Selama penelitian, anak-anak yang bernyanyi ditemani oleh Dr. Sulkin yang juga ikut bergabung. Kegiatan tersebut tentu untuk melihat kondisi anak-anak, apakah mereka terhibur dan terpesona dalam menyanyikan lagu sambil melakukan tepuk tangan. Alhasil, kegiatan tersebut ternyata menjadi salah satu hiburan bagi anak-anak di sekolah dasar. Dr. Sulkin mengatakan, “Dalam waktu yang singkat, anak-anak memiliki kemampuan kognitif yang baik serta membantu kemampuan motoriknya dalam melakukan aktivitas. Maka sebaiknya, hal tersebut masuk dalam pendidikan untuk anak usia 6-10 tahun dengan tujuan meningkatkan kemampuan motorik dan kognitifnya.” Ia juga menambahkan, bahwa lagu anak-anak yang dinyanyikan sambil bertepuk tangan biasanya dibawakan oleh anak balita hingga usianya menjelang 10 tahun. Dan jika diamati, kegiatan tersebut berfungsi sebagai acuan untuk mengembangkan serta meningkatkan kebutuhan emosional, fisiologis, sosiologis dan kognitif anak-anak hingga tahap pertumbuhan berikutnya
»»  Baca Selanjutnya...

Monday, February 13, 2012

Manfaat Senam Hamil Bagi Ibu Hamil

Manfaat senam hamil yang diperoleh diantaranya :
1. Manfaat senam hamil untuk Melatih pernafasan agar ibu dapat bernafas dengan baik sehingga dapat memberi oksigen yang cukup bagi bayi di kandungan.Latihan pernapasan sangat bermanfaat untuk mendapatkan oksigen, sedangkan teknik pernapasan dilatih agar ibu siap menghadapi persalinan.
2. Manfaat senam hamil untuk Mengendurkan setiap sendi-sendi yang kaku dan sakit akibat bertambahnya beban pada ibu hamil. Manfaat senam hamil bisa Melatih sikap tubuh selama hamil sehingga mengurangi keluhan yang timbul akibat perubahan bentuk tubuh.Manfaat senam hamil bisa Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, sehingga dapat mencegah atau mengatasi keluhan nyeri di bokong, di perut bagian bawah dan keluhan wasir..
3. Manfaat senam hamil untuk Merenggangkan tekanan pada pinggul sehingga pinggul menjadi relaks dan tidak nyeri.Manfaat senam hamil pada Proses relaksasi akan sempurna dengan melakukan latihan kontraksi dan relaksasi yang diperlukan untuk mengatasi ketegangan atau rasa sakit saat proses persalinan..
4. Manfaat senam hamil dapat menenangkan hati dan pikiran sehingga tubuh tidak stres dan bayi juga tidak stres.Kehamilan mempengaruhi perubahan fisik dan emosi ibu hamil. Pada masa kehamilan, emosi mudah turun dan naik. Muncul rasa cemas dan takut menghadapi persalinan dan kondisi bayi dalam kandungan. Hal tersebut bisa diakibatkan perubahan hormon dalam tubuh serta adanya keinginan ibu mendapat perhatian suami dan lingkungannya. Karenanya ibu hamil perlu memantau perkembangan kesejahteraan janin dengan bertanya ke bidan atau dokter dan mengikuti kursus persalinan.
5. Manfaat senam hamil dapat Membantu mengatasi perasaan sakit dan panik saat menjelang persalinan. Manfaat Senam hamil ini membantu persalinan sehingga ibu dapat melahirkan tanpa kesulitan, serta menjaga ibu dan bayi sehat setelah melahirkan.
6. Manfaat senam hamil Memudahkan persalinan normal sehingga tidak menimbulkan rasa sakit yang amat sangat, karena ibu sudah dapat melakukan pernapasan untuk mengejan dengan baik.
Berikut beberapa petunjuk gerakan dalam melakukan senam hamil:
Latihan Otot Kaki
1. Duduklah dengan posisi kedua lutut diluruskan, tubuh bersandar pada kedua lengan yang diletakkan di belakang pantat.
2. Tegakkan kedua telapak kaki dengan lutut menekan kasur. Kemudian tundukkan kedua telapak kaki bersama jari-jarinya. Ulangi beberapa kali.
3. Hadapkan kedua telapak kaki satu sama lain dengan lutut tetap menghadap ke atas, kembalikan ke posisi semula. Ulangi terus sebanyak beberapa kali.
4. Kedua telapak kaki digerakkan turun ke arah bawah, lalu gerakan membuka ke arah samping, tegakkan, kembali, dan seterusnya.
5. Kedua telapak kaki buka dari atas ke samping turunkan, hadapkan, kembali ke posisi semula, dan seterusnya.
Manfaat senam hamil ini: Memperlancar sirkulasi darah di kaki dan mencegah pembengkakan pada pergelangan kaki.
Latihan Pernafasan
A. Pernafasan perut
• Tidurlah terlentang dengan satu bantal, kedua lutut dibengkokkan dan dibuka kurang lebih 20 cm.
• Letakkan kedua telapak tangan di atas perut di sekitar pusat sebagai perangsang. Keluarkan napas dari mulut (tiup) sambil tangan menekan perut ke dalam.
• Tarik napas dari hidung dengan mulut tertutup, perut mengembang mendorong kedua tangan ke atas. Perhatikan bahwa gerakan pernafasan dilakukan dengan perut (jadi dada tidak ikut kembang kempis).
Manfaat senam hamil ini:
Melemaskan dinding perut agar mudah diperiksa oleh dokter/bidan.
B. Pernafasan iga
• Tidur terlentang (seperti pada pernapasan perut), letakkan kedua tangan dalam posisi mengepal di iga sebagai perangsang.
• Bernapaslah seperti pada pernapasan perut, dengan pengecualian tangan menekan iga ke dalam dan iga mengembang mendorong kedua tangan ke arah samping luar.
Manfaat senam hamil ini: Mendapatkan oksigen sebanyak mungkin.
C. Pernapasan dada
• Tidur terlentang (seperti pada pernapasan perut), letakkan kedua tangan di dada bagian atas.
• Keluarkan napas dari mulut (tiup) dengan tangan menekan dada ke arah dalam.
• Tarik napas dari mulut dengan mulut terbuka, dada mengembang mendorong ke dua tangan ke atas.
Manfaat senam hamil ini: Mengurangi rasa sakit saat bersalin.
D. Pernapasan panting (pendek-pendek dan cepat)
• Pernapasan ini menyerupai pernapasan dada, hanya saja irama pernapasan lebih cepat dengan gerakan napas dihentikan separuhnya (bernapas tidak terlalu dalam, pendek-pendek saja).
Manfaat senam hamil ini: Istirahat atau menghilangkan lelah sesudah mengejan. Manfaat senam hamil ini juga dirasakan saat ibu sudah merasa ingin mengejan sementara pembukaan belum lengkap,manfaat senam hamil ini supaya jalan lahir tidak bengkak atau sobek.
Semua gerakan latihan pernapasan di atas sebaiknya dilakukan enam kali sehari, di pagi hari sesudah bangun tidur dan malam hari sebelum tidur agar manfaat senam hamil bisa diperoleh.
 Latihan Otot Panggul
1. Tidur terlentang, kedua lutut dibengkokkan.
2. Letakkan kedua tangan di samping badan. Tundukkan kepala dan kerutkan pantat ke dalam hingga terangkat dari kasur.
3. Kempeskan perut hingga punggung menekan kasur. Rasakan tonjolan tulang panggul bergerak ke belakang.
4. Lemaskan kembali dan rasakan tonjolan tulang bergerak kembali ke depan. Ulangi gerakan ini 15-30 kali sehari.
Manfaat senam hamil ini: Mengembalikan posisi panggul yang berat ke depan, mengurangi dan mencegah pegal-pegal, sakit pinggang dan punggung serta nyeri di lipat paha.
 Latihan Otot Betis
1. Berdiri sambil berpegangan pada benda yang berat dan mantap.
2. Posisikan ibu jari dan jari-jari lain menghadap ke atas.
3. Regangkan kaki sedikit dengan badan lurus dan pandangan lurus ke depan.
4. Tundukkan kepala seraya berjongkok perlahan sampai ke bawah tanpa mengangkat tumit dari lantai.
5. Setelah jongkok, lemaskan bahu. Kempeskan perut, kemudian perlahan kembalilah berdiri tegak, lepaskan kerutan. Lakukan enam kali dalam sehari.
Manfaat senam hamil ini: Mencegah kejang di betis.
 Latihan Otot Pantat
1. Tidur terlentang tanpa bantal, kedua lutut dibengkokkan dan agak diregangkan.
2. Dekatkan tumit ke pantat dengan kedua tangan di samping badan.
3. Kerutkan pantat ke dalam sehingga lepas dari kasur, angkat panggul ke atas sejauh mungkin.
4. Turunkan perlahan (pantat masih berkerut), lepaskan kerutan, dsb. Ulangi enam kali sehari.
Manfaat senam hamil ini: Mencegah timbulnya wasir saat mengejan.
 Latihan Anti Sungsang
1. Ambil posisi merangkak, kedua lengan sejajar bahu, kedua lutut sejajar panggul dan agak diregangkan.
2. Kepala di antara kedua tangan, tolehkan ke kiri atau ke kanan.
3. Letakkan siku di atas kasur, geser siku sejauh mungkin ke kiri dan ke kanan hingga dada menyentuh kasur. Lakukan sehari 2 kali selama 15 – 20 menit/kali.
Manfaat senam hamil ini: Mempertahankan dan memperbaiki posisi janin agar bagian kepala tetap di bawah.
»»  Baca Selanjutnya...

Keterlambatan Bicara

Gangguan keterlambatan bicara adalah istilah yang dipergunakan untuk mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara dan perkembangan bahasa pada anak-anak, tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya. Pada umumnya mereka mempunyai perkembangan intelegensi dan sosial-emosional yang normal. Menurut penelitian, problem ini terjadi atau dialami 5 sampai 10% anak-anak usia prasekolah dan lebih cenderung dialami oleh anak laki-laki dari pada perempuan.
Di awal usia batita, anak mulai mampu mengucapkan kata yang memiliki makna. Meski kebanyakan kata tersebut masih sulit dipahami karena artikulasi (pengucapannya) masih belum baik. Perlu diketahui, kemampuan batita dalam berbicara dipengaruhi kematangan oral motor (organ-organ mulut). Sementara, kemampuan yang menunjang perkembangan bahasa di antaranya kemampuan mendengar, artikulasi, fisik (perkembangan otak dan alat bicara), dan lingkungan.
Gangguan kemampuan bicara atau keterlambatan bicara dan berbahasa ini haruslah dideteksi dan ditangani sejak dini dan dengan metode yang tepat. Bagaimana pun juga, bicara dan bahasa merupakan media utama seseorang untuk mengekspresikan emosi, pikiran, pendapat dan keinginannya. Bayangkan saja, jika ia mengalami masalah dalam mengekspresikan diri, untuk bisa dimengerti oleh orang lain atau orang tuanya, guru dan teman-temannya, maka bisa membuat ia frustrasi. Mungkin pula ia akan merasa frustrasi dan malu karena teman-temannya memperlakukan dia secara berbeda, entah mengucilkan atau pun membuatnya jadi bahan tertawaan. Jika tidak ada yang bisa mengerti apa sih yang jadi keinginannya atau apa yang dimaksudkannya, maka tidak heran jika lama kelamaan ia akan berhenti untuk berusaha membuat orang lain mengerti. Padahal, belajar melalui proses interaksi adalah proses penting dalam menjadikan seorang manusia bertumbuh dan berhasil menjadi orang seperti yang diharapkannya.
PENYEBAB KETERLAMBATAN BICARA
Penyebab dari keterlambatan bicara ini disebabkan oleh beragam faktor, seperti :
1. Hambatan pendengaran. Pada beberapa kasus, hambatan pada pendengaran berkaitan dengan keterlambatan bicara. Jika si anak mengalami kesulitan pendengaran, maka dia akan mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan bahasa. Salah satu penyebab gangguan pendengaran anak adalah karena adanya infeksi telinga.

2. Hambatan perkembangan pada otak yang menguasai kemampuan oral-motor
Ada kasus keterlambatan bicara yang disebabkan adanya masalah pada area oral-motor di otak sehingga kondisi ini menyebabkan terjadinya ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Akibatnya, si anak mengalami kesulitan menggunakan bibir, lidah bahkan rahangnya untuk menghasilkan bunyi kata tertentu.
3. Masalah keturunan. Masalah keturunan sejauh ini belum banyak diteliti korelasinya dengan etiologi dari hambatan pendengaran. Namun, sejumlah fakta menunjukkan pula bahwa pada beberapa kasus di mana seorang anak anak mengalami keterlambatan bicara, ditemukan adanya kasus serupa pada generasi sebelumnya atau pada keluarganya. Dengan demikian kesimpulan sementara hanya menunjukkan adanya kemungkinan masalah keturunan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi.
4. Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua
* Masalah komunikasi dan interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki peran yang penting dalam membuat anak mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anak lah yang juga membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-kata, kurang dipacu untuk berpikir logis, analisa atau membuat kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekali pun. Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan hanya bicara satu dua patah kata saja yang isinya instruksi atau jawaban sangat singkat. Selain itu, anak yang tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak menjadi pendengar pasif) karena orang tua terlalu memaksakan dan “memasukkan” segala instruksi, pandangan mereka sendiri atau keinginan mereka sendiri tanpa memberi kesempatan pada anaknya untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan bicara, menggunakan kalimat dan berbahasa.
5. Faktor Televisi
Sejauh ini, kebanyakan nonton televisi pada anak-anak usia batita merupakan faktor yang membuat anak lebih menjadi pendengar pasif. Pada saat nonton televisi, anak akan lebih sebagai pihak yang menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Belum lagi suguhan yang ditayangkan berisi adegan-adegan yang seringkali tidak dimengerti oleh anak dan bahkan sebenarnya traumatis (karena menyaksikan adegan perkelahian, kekerasan, seksual, atau pun acara yang tidak disangka memberi kesan yang mendalam karena egosentrisme yang kuat pada anak dan karena kemampuan kognitif yang masih belum berkembang). Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya

Menurut Dr. Hardiono D. Pusponegoro, SpA (K) mengutip hasil penelitian Hancox RJ. Association of Television Viewing During Childhood with Poor Educational Achievement. Arch Pediatr Adolesc Med 2005, bahwa menonton tv saat masa anak dan remaja berdampak jangka panjang terhadap kegagalan akademis umur 26 tahun.
Sedangkan penelitian lain mengenai pengaruh tv terhadap IQ anak mendapati hasil bahwa anak di bawah 3 tahun yang rajin menonton televisi setiap jamnya ternyata hasil uji membaca turun, uji membaca komprehensif turun, juga memori. Yang positif hanyalah kemampuan mengenal dengan membaca naik. Dari situ disimpulkan bahwa menonton tv pada anak di bawah 3 tahun hanya membawa lebih banyak dampak buruk dibanding efek baiknya.
Anak yang sering menonton tv juga mengalami masalah pada pola tidurnya, seperti terlambat tidur, kurang tidur bahkan tak bisa tidur, cemas tanpa sebab, terbangun malam dan mengantuk pada siang hari.
Dr Hardiono menjelaskan, otak berfungsi merencanakan, mengorganisasi dan mengurutkan perilaku untuk kontrol diri sendiri, konsentrasi atau atensi dan menentukan baik atau tidak. "Pusat di otak yang mengatur hal ini adalah korteks prefrontal yang berkembang selama masa anak dan remaja," papar Dr. Hardiono. Televisi dan game video yang mindless (tak membutuhkan otak untuk berpikir) akan menghambat perkembangan bagian otak ini.
Lebih lanjut Dr. Hardiono memaparkan, hanya dari menonton televisi saja otak kehilangan kesempatan mendapat stimulasi dari kesempatan berpartisipasi aktif dalam hubungan sosial dengan orang lain, bermain kreatif dan memecahkan masalah. Selain itu tv bersifat satu arah, sehingga anak kehilangan kesempatan mengekplorasi dunia tiga dimensi serta kehilangan peluang tahapan perkembangan yang baik.
Adapun bentuk-bentuk suara atau pengucapan batita antara lain :
• Babbling
Sebagian anak di awal usia batita, melakukan babbling, yaitu mengeluarkan suara berupa satu suku kata, seperti "ma..." atau "ba.." Namun, itu masih belum bermakna. Jadi sekadar mengoceh atau bereksperimen. Sering-seringlah mengajaknya berkomunikasi, misal, "Adek mau main boneka ini?" Ucapkan hal itu dengan jelas sehingga lambat-laun anak dapat melakukan imitasi untuk dapat mengucapkan kata-kata yang jelas dan bisa dimaknai pula.
• Bahasa "planet" Contoh, saat meminta sesuatu dia hanya menunjuk sambil mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti orang dewasa. Atau, Ia kemudian menggunakan bahasa tubuh, misalnya ketika masih ingin digendong, ia menarik ibunya sambil mengeluarkan suara tertentu yang maksudnya masih ingin digendong atau bermain dengan ibunya. Bahasa tubuh dijadikan bentuk komunikasi, misalnya ketika ia merasa haus, ia menunjuk atau mengambil gelas plastiknya sambil berkata, "Ma" atau kata lainnya yang belum bisa ditebak tapi maksudnya adalah ia ingin minum, misalnya. Untuk menghadapi hal ini, sebaiknya segera ketahui sesuatu yang dimaksud si kecil dengan cara menuju objek yang diinginkan.
• Sepotong-sepotong
Kemampuannya untuk menangkap, mencerna, dan mengeluarkan apa yang ingin diucapkan masih dalam tahap belajar. Wajar kalau pengucapan masih sering tersendat-sendat/ sepotong-sepotong, hanya pada bagian akhir kata. Misalnya, "minta" jadi "ta", minum jadi "num", dan lain-lain. Kita perlu meluruskan dengan mengucapkan berulang-ulang. Misal "Oh, Adek minta minum ya!"
• Sulit mengucapkan huruf/suku kata Misalnya, kata mobil disebut "mobing". Atau toko jadi "toto" atau stasiun jadi "tatun". Pengucapan semacam ini, kan, jadi sulit ditangkap artinya. Biasanya kendala ini akan hilang dengan bertambah usia anak atau bila kita melatihnya dengan membiasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
• Terbalik-balik
Contoh, maksud si kecil ingin mengatakan "Mau ikut ke pasar", tapi yang dia ucapkan, "pacang icut mau", dan sebagainya. Ini tentu saja membingungkan dan kadang sulit dipahami pihak yang diajak bicara. Tak perlu menyalahkan susunan kalimat si kecil karena bisa mengundangnya untuk terus mengulang yang salah. Jangan lupa, di usia ini, si kecil masih dalam masa negativistik sehingga senang membangkang. Sebaiknya coba luruskan dengan cara mengucapkan kalimat dengan susunan yang benar. "Oh, Adek mau ikut ke pasar, ya!" Lalu, berikan jawaban, "Adek boleh kok, ikut ke pasar."
• Cadel
Cadel bisa karena kelainan fisiologis, misalnya lidahnya pendek, tak punya anak tekak, atau langit-langitnya cekung. Untuk menanganinya tentu harus dikonsultasikan dengan dokter. Nah, yang sering terjadi adalah karena kurang/belum matangnya koordinasi bibir dan lidah. Biasanya "r" dibunyikan "l". Meski begitu, kecadelan tiap anak tidak sama persis.
Coba untuk meluruskan dengan cara memberi contoh mengucapkan yang benar. Tak perlu memaksakan anak harus langsung bisa karena belum saatnya ia bisa berucap dengan benar. Alih-alih berhasil, cara memaksa justru membuat si kecil stres. Ujung-ujungnya, malah tak mau berusaha meningkatkan kemampuan bicaranya. Tambah repot, kan? Akan tetapi, bila dibiarkan juga, mungkin anak akan terus berada dalam kecadelannya. Malah akhirnya akan makin sulit diluruskan.
• Salah makna kata/kalimat
Nah, meskipun si kecil sudah bisa mengucapkan kata-kata menjadi kalimat, namun masih sering terjadi salah makna. Tak jarang, rangkaian kalimat itu justru maknanya bisa beragam. Misal, "Ma, mau mamam cucu."
Hal seperti ini umumnya terjadi karena masih terbatasnya kemampuan si kecil untuk menggunakan kosakata yang ada dibenaknya menjadi sebuah kalimat seperti yang diinginkan. Untuk menghadapi hal ini, orangtua perlu meluruskan maksudnya, misalnya, "Oh, Adek mau makan?" Bila ternyata bukan itu maksudnya, coba bilang "Oh, Adek mau minum susu, ya!"
• Gagap
Gagap (stuttering) pada masa batita dianggap normal karena masih belajar mengembangkan keterampilan dan kemampuan bicara. Paling banyak kegagapan ini terjadi di usia 18 bulan sampai kurang lebih 4 tahun. Misal, kata yang hendak diucapkan diulang-ulang, "Aku aku aku mau pipis." Atau anak sulit mengucapkan kata tertentu di awal atau di tengah, misalnya, "mmmmmama", "makkkkan."

Apa yang dapat memicu anak menjadi gagap?
1. Kesulitan menemukan kata. Anak balita masih dalam tahap belajar untuk mengembangkan kata. Sehingga mereka kebingungan menemukan kata atau kalimat yang tepat untuk mengekspesikan perasaannya pada saat marah, senang dan sedih.
2. Tekanan dari orang tua dan lingkungan. Perhatian yang berlebihan dari orang tua dan lingkungan karena cara bicara si anak yang gagap akan membuatnya semakin gugup dan kesulitan untuk keluar dari kebiasaan buruknya.
3. Hukuman yang terlalu keras. Jika anak sering sekali dimarahi biasanya akan memudahkan mengalami kebiasaan ini.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani anak yang gagap dalam berbicara:

1. Hindari kekesalan dan kekhawatiran. Bantu anak saat ia mencari kalimat yang tepat, jangan kesal dan memarahinya.
2. Merespon maksudnya, bukan bicaranya. Tunggulah anak anda selesai bicara saat mengungkapkan sesuatu. Kemudian berikan tanggapan atas apa yang ia ceritakan, bukan tentang cara bicaranya.
3. Posisi sejajar. Saat bicara dengan anak, biasakan dalam posisi sejajar, mata saling berhadapan, yang dapat dilakukan dengan cara jongkok atau berlutut. Hal ini memudahkan anak untuk bicara pada anda. Berikan perhatian pada apa yg ia utarakan.
4. Lambat dan tenang. Ajaklah anak untuk berbicara lambat dan tenang untuk mengatasi kebiasaan gagapnya.
5. Suasana yang nyaman. Ciptakan suasana yang nyaman dimanapun ia berada.
6. Menjaga anak dari ejekan. Hindari untuk mengejek, memarahi dan memberikan julukan tertentu yang menunjukan kebiasaan ini atau membiarkan orang lain atau temannya menertawakannya.
7. Jauhkan anak dari kondisi stress.
Gagap pada masa batita akan menghilang sendiri seiring dengan makin berkembangnya kemampuan berbicara. Akan tetapi, membiarkan anak dengan kegagapannya tidak juga dianjurkan. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, di antaranya jangan "menginterupsi" saat ia terlihat gagap, hindari memaksa dia untuk mengulang kata-kata yang tak lancar diucapkan, jadilah role model bicara yang baik.
• Bicara kasar atau jorok
Tak jarang kita mendengar anak batita mengatakan kata kasar. Biasanya ditiru dari lingkungan bermain. Perlu perhatian orangtua agar si batita mengurangi pengucapan kata-kata tersebut dan tidak menjadikannya kebiasaan. Yang jelas, ia belum tahu arti dan maknanya secara pasti. Bilang bahwa maknanya tak baik jadi tak boleh diungkapkan pada orang lain.
Ada keterlambatan bicara yang masih bisa diupayakan untuk diatasi sendiri oleh orangtua, tapi ada juga yang harus melibatkan ahli.
A. Keterlambatan yang bisa diatasi sendiri.
1. Menyebut nama-nama anggota tubuh. Misal, anak berdiri di depan kaca, tunjuk anggota tubuh yang dimaksud sambil menyebutkan namanya, "Ini tangan Mama, ini tangan Adek."
2. Ketika anak bicara tidak jelas tapi kita mengerti maksudnya, coba betulkan kata-katanya lalu minta ia bicara lebih jelas lagi, baru kemudian penuhi permintaannya. Contoh, si kecil minta susu tapi hanya menunjuk-nunjuk, orangtua bisa mengatakan, "Susu" atau "Mau susu, ayo bilang dulu."
3. Mengucapkan nama benda yang digunakan sehari-hari dengan cara terus mengulang-ulang dan memintanya mengikuti.
4. Ketika seharusnya anak sudah bisa mengucapkan 2-3 kata dalam satu kalimat tapi ia hanya mengucapkan satu kata, minta ia mengatakan dengan benar. Umpama, anak hanya mengatakan "ayam" untuk makan ayam goreng, berikan contoh bagaimana seharusnya, "Adek mau makan ayam gorengnya? Ayo bilang, makan ayam," dengan suara lebih keras dan minta ia mengulanginya.
5. Jika ada konsonan-konsonan yang masih sulit diucapkannya di usia 12-18 bulan, beri kesempatan untuk terus meng- ulanginya.
6. Sering-seringlah mengajak anak bicara. Sesekali keraskan suara atau pertegas intonasinya bila anak terlihat tak mengerti.
B. Keterlambatan yang harus melibatkan ahli.
1. Sampai usia 12 bulan sama sekali belum bisa babbling.
2. Sampai usia 18 bulan belum ada kata pertama yang cukup jelas, padahal sudah dirangsang dengan berbagai cara.
3. Terlihat kesulitan mengucapkan beberapa konsonan.
4. Sepertinya tidak memahami kata-kata yang kita ucapkan.
5. Terlihat berusaha sangat keras untuk mengatakan sesuatu, misalnya sampai ngeces atau raut muka berubah.
C. TIP Untuk ORANGTUA
1. Banyak-banyak mengajak anak bicara. Walaupun mereka sepertinya belum mengerti, tapi kata-kata tersebut akan diingatnya dan suatu saat akan diekspresikannya.
2. Hati-hati dalam memilih kata di depan anak. Karena anak sangat mudah menyerap dan mengingat, jangan mengucapkan kata-kata kotor/umpatan.
3. Supaya lebih mudah dimengerti, ajak anak ngobrol dalam suasana yang menyenangkan. Misal, ketika bicara tentang hujan, orangtua memperbolehkan anak menadahkan tangan untuk menampung air hujan sambil bercerita saat hujan seluruh tanaman akan basah. Bisa juga sambil menyanyikan lagu-lagu tentang hujan.
4. Ketika bicara usahakan anak memang sedang menaruh perhatian. Apakah matanya sedang melihat ke arah kita/benda yang kita tunjukkan atau ke arah lain. Bila anak terlihat memerhatikan sesuatu, ajak ia bicara mengenai hal/benda yang sedang diperhatikannya itu.
5. Berikan makanan padat sesuai usia anak untuk merangsang otot bicaranya.
6. Jangan mudah menyerah untuk terus mengajaknya bicara.
»»  Baca Selanjutnya...